Entah aku juga merasa ga
paham apa yang telah mengilhami aku untuk menulis ini. Tapi aku semacam udah
gerah aja ngeliat semua kesemrawutan jalanan, tapi juga bikin hati para pengguna
jalan juga jadi semrawut.
Oke jadi aku mau cerita
sedikit. Kemarin sepulang kuliah dari UPI Bandung ke Margahayu Kopo aku bawa
motor, dan kayanya semua orang Bandung udah tau jikalau jalanan Kopo adalah
langganan macet banget everytime I think. Lalu, tiba-tiba ada salah seorang
pengguna motor yang naik ke semacam trotoar gitu dimana trotoar itu merupakan
jalan ke sebuah kompleks perumahan. Dan, tiba-tiba ada pengguna motor lain yang
mau menuju kompleks itu daan.... tabrakanlah mereka. Tabrakannya bisa dibilang
ngga parah sih (ngga maksud meremehkan yang kecil). Aku bilang ngga parah
karena ya satu sama lain ga saling jatuh, cuma mungkin motornya aja yang
lecet-lecet. Tapi, mereka saling melontarkan kata-kata kasar tanda mereka
marah. Ada yang bilang “an****” bahkan sampai “gob***”, dan bahkan kalau
jalanan pada saat itu ga macet dan balasan cacian mereka ga menyebabkan macet,
mereka bisa aja sampai berantem.
Dari kisah itu, salah
satu kegelisahan dan ketakutan tersendiri buat orang-orang di jalan. Kenapa sih
ngga bisa saling memaafkan aja? It’s ok,
kalau mau minta ganti rugi bisa bicarakan baik-baik dan gausah diperpanjag
masalahnya. Please, open your mind buat
yang dijalanan. Entah kadang aku ngerasa kesel juga kalau ada yang nabrak
motorku dari belakang sampai aku mau jatuh, tapi aku selalu males untuk
memperpanjang masalah yang ga begitu penting. Kenapa aku bilang seperti itu ?
Karena sampai di rumah dengan selamat, dan cepat jauh lebih penting daripada
mempermasalahkan hal yang ga bikin kamu lecet juga kok, dan masalah dengan
kendaraanmu masih bisa diatasi juga kan. Tapi hubunganmu dengan manusia lain?
Jadi rusak hanya karena kamu sedang emosi dengan kemacetan jalanan. Aku emang
sempat beberapa kali baca penelitian kalau kemacetan jalanan itu, ngaruh banget
ke psikologis para pengguna jalan. Tapi, aku pikir juga permasalahannya itu
cuma tentang how about you treat yourself
and your mind. Kalau kamu fokus pas lagi di jalan, dan kamu bahagia karena
kamu mau pulang ke rumah atau pergi ke suatu tempat, kamu zikir di jalan inget
Allaah, dan menganggap mereka-mereka yang bersama kamu dalam kemacetan itu sama
posisinya seperti kamu, kamu juga akan merasa bahwa kita punya hak yang sama.
Maksudnya, saat dia berbuat salah sama kamu selama hal itu ga begitu
berpengaruh sama perjalanan kamu aku rasa marah ga begitu penting. Oke, kalau
mau hitung-hitungan lecet ga seberapa kamu bertengkar, waktu kamu terbuang
sia-sia, hubungan sama manusia jadi buruk, mood kamu hancur. Sampai ke tempat
tujuan ga sesuai estimasi waktu, dan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan mood
kamu udah berantakan. Yang seharusnya, kamu datang dalam keadaaan bahagia,
keadaan senang, dan semua pekerjaan yang akan kamu kerjakan di tempat tujuan
dapat terselesaikan dengan baik malah jadi berubah. Jauh lebih merugikan kan ?
Emosi? Oke wajar. Marah.
Pasti.
Caranya cuma satu control yourself, saat ada yang nyebrang
mendadak, ada yang rem mendadak, ada yang nabrak, dan lain-lain yang bikin kamu
marah. Cukup katakan astaghfirullahaladzim, zikir terus sama Allaah, elus dada,
dan udah gausah marah. Ya kesel wajar, tapi apakah dengan kamu berteriak-teriak
marah “ Woy jalan yang bener” , “Woy bisa nyetir kagak”, dan lain-lain. Apakah
bisa menguntungkanmu?, toh belum tentu yang diteriaki denger, malah kamu yang
capek sendiri. Capek hati.
Selama hal tersebut ga
banyak merugikanmu secara materil, ya sudahlah maafkan. Jangan sampai kesemrawutan
jalan bikin hidupmu makin semrawut. Ga penting. Mulai sekarang lebih
manfaatkanlah energi dalam tubuhmu buat hal-hal yang bermanfaat, dan hal-hal
yang bisa membuatmu lebih produktif. (NOTE TO MY SELF).
Aku harap yang baca ini
bisa lebih mengkontrol aja segalanya dalam hal berkendara, jangan sampai ga
sabaran, bikin kamu emosian. Sayang banget energimu terbuang sia-sia.
Komentar
Posting Komentar